
Wartabisnis.biz.id-Jakarta,
Perayaan Hari Film Nasional di Indonesia diperingati setiap tanggal 30 Maret sebagai penghargaan terhadap kontribusi film dalam membangun identitas dan kesadaran nasional, merayakan kekayaan warisan film Tanah Air, serta mendukung perkembangan industri film sebagai identitas budaya bangsa.
Perayaan ini tidak hanya meng hargai prestasi industri film Tanah Air, namun juga mem promosikan keberagaman budaya dan cerita-cerita yang memperkaya warisan seni visual Indonesia.
Melalui Hari Film Nasional, masyarakat diingatkan akan kekuatan film sebagai alat untuk menginspirasi, mengedu kasi, serta menyatukan ber bagai lapisan masyarakat dalam cinta mereka terhadap film Indonesia.
Khusus di edisi Maret, Harper’s Bazaar Indonesia mendedikasi kan konten utamanya bagi industri sinema Indonesia. Kali ini Harper’s Bazaar Indonesia memberi tribute kepada sosok yang sudah 25 tahun berkarya
di dunia film, Dian Sastrowardoyo.
Tim Harper’s Bazaar Indonesia menyusun angle cerita dan sisi-sisi menarik tentang Dian, serta mengundang sineas-sineas yang memiliki arti penting baginya.
“Rasanya pantas Bazaar merayakan pencapaian Dian, bukan saja karena prestasinya di industri perfilman Indonesia tetapi juga karena dedikasi, visi, dan sepak terjangnya yang tak pernah habis sampai saat ini,”
papar Ria Lirungan, Editor in Chief Harper’s Bazaar Indonesia.
Nama Dian Sastro memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah perfilman Indonesia Modern. Diawali dengan film pertamanya, Bintang Jatuh garapan sutradara Rudi Soedjarwo tahun 2000, publik
menyaksikan perjalanan kariernya di layar lebar dan layar kaca. Wajahnya merupa kan kesegaran dan masa
depan yang menjanjikan bagi industri film Indonesia ketika ia kemudian membintangi Pasir Berbisik yang disutradarai oleh Garin Nugroho tahun 2001, kemudian diikuti dengan Ada Apa Dengan Cinta? yang dipro duksi oleh Miles dan disutra darai oleh Rudi Soedjarwo di tahun 2002.
Setelah lebih dari 20 film, Dian mengungkap bahwa setiap produksi film memberinya
pembelajaran yang berbeda-beda. Setiap karya meninggal kan kesan tersendiri bagi perkembangan karakter
pribadinya, serta memberi inspirasi untuk melakukan sesuatu yang lebih besar lagi.
“Saat film Pasir Berbisik dibuat, saya masih sangat muda. Proses syutingnya benar-benar sebuah
penggojlokan luar biasa bagi seseorang yang baru berusia 18 tahun, terjun ke lokasi terpencil yang sangat alami, bersama lawan main senior yang nama nya sudah ‘besar’. Di situ saya belajar menjadi seorang aktor,
dan melihat bahwa proses pembuatan film butuh kerja keras dan dedikasi. Saya harus meninggalkan kehidupan sehari-hari dan diri saya sendiri, untuk kemudian pasrah kepada karakter yang saya perankan,” ujar Dian.
Kesuksesan film Ada Apa Dengan Cinta? (AADC) yang menyusul setelahnya kemudian menjadi anak panah yang melejitkan popularitasnya. “Booming-nya film AADC membuat hidup saya berubah total. Saya mulai menyadari bahwa hidup saya sudah menjadi ‘milik’ publik. Kami semua yang terlibat di film
ini, mulai dari pemain hingga produser, sebenarnya tidak begitu siap menghadapi kesuksesan sebesar itu.
Saya akhirnya menyadari bahwa menjadi public persona adalah pelajaran yang tidak mudah. Saya bersyukur bisa melewati semuanya dengan baik-baik saja,” lanjut Dian.
Namun, film Kartini lah yang kemudian memberinya inspirasi untuk mewujudkan cita-cita besar dalam hidupnya, yaitu mendirikan Yayasan Dian Sastrowardoyo dan program Beasiswa Dian. “Lewat film
Kartini saya jadi belajar tentang my own goal. Waktu masuk ke dunia film dan entertainment sebenarnya tujuan saya adalah untuk sekolah. Terinspirasi dari kisah hidup dan karakter Kartini, saya jadi berpikir,
mungkin bukan jalan saya untuk punya sekolah, tapi justru membuka jalan bagi orang-orang lain untuk
bisa sekolah,” ujar Dian.
Baginya, program Beasiswa Dian adalah proyek yang sangat personal dan cukup ambisius. “Tapi saya yakin bahwa saya sedang memperjuangkan sesuatu yang punya makna, and it gives my work more meaning,” papar Dian.
Jika Dian diminta menyebutkan prioritas dalam hidupnya, pendidikan pastilah jadi salah satu yang utama. Pendidikan seperti sebuah pegangan baginya untuk menajamkan pemikiran dan mewujudkan ide-idenya yang tidak pernah habis. Ia bahkan sempat mengambil sekolah penyutra daraan dan penulisan naskah, dan berniat untuk menjalani sekolah seni peran.
Untuk apa seorang aktor, yang telah mendapatkan Piala Citra
dan berbagai penghargaan sebagai aktor terbaik, belajar seni peran lagi?
“Saya belajar menjadi aktor secara otodidak, tanpa menja lani pendidikan formal. Tapi jika nanti saya sudah menjadi aktor senior dengan banyak pengalaman, dan saya ingin give back, membimbing dan
mengajar generasi yang baru, saya ingin melakukannya dengan cara eligible (memenuhi syarat). Untuk itu
tentunya diperlukan dasar ilmu yang benar. Apa yang diberikan sekolah formal, ditambah dengan pengalam kita sendiri, akan memperkaya ilmu yang dibagikan. Dan saya ingin menjadi pengajar yang bisa
mempertanggungjawabkan materi yang saya ajarkan,” ujar Dian.
Pembelajaran dalam kariernya ini juga ternyata tidak hanya didapatkan dari pendidikan formal. Dian sangat terinspirasi dan tidak sungkan untuk belajar dari sesama pekerja film, baik produser, sutradara, kru, maupun sesama aktor yang dikaguminya. “Menurut saya, kalau kita ingin karya kita makin bagus, kita harus belajar dan mau membuka diri ter hadap teman-teman yang menginspirasi kita untuk maju. Kalau kita tidak bergaul dan punya hubungan yang baik dengan semuanya, kita tidak bisa saling belajar satu sama lain, dan kolaborasi tidak akan terjadi.”
Di balik kegigihan dan kete kunannya dalam berkarier sebagai aktor, Dian Sastrowar doyo juga mempunyai
visi yang lebih luas bagi perfilman Indonesia, tidak hanya dalam bermain seni peran namun dalam mempro duksi sebuah film. Selama masa pandemi, Dian Sastrowardoyo mengambil kursus-kursus online untuk menjadi seorang director. “Kayaknya saya ingin belajar memproduksi film dan main film seperti Charlize Theron dan Margot Robbie. This is the year that I finally went taking that leap of faith,” kata
Dian Sastrowardoyo
Sejalan dengan peringatan Hari Film Nasional, dan penerbitan edisi khusus ini, Harper’s Bazaar Indonesia mempersem bahkan “A Tribute to Indone sian Cinema Celebrating 25 Years of Dian Sastrowardoyo” yang dilaksanakan pada 22 Maret 2024 di La Moda, Plaza Indonesia.
Rangkaian acara inspirasional ini dihadiri ratusan tamu dari berbagai kalangan, diisi dengan buka puasa yang hangat dan sharing moment bersama
Dian Sastrowardoyo.